BULAN NARARYA:
Nararya di Langit Kejiwaan
(Sebuah Resensi Bulan Nararya oleh Sinta
Yudisia)
Judul buku : Bulan Nararya
Penulis : Sinta Yudisia
Penyunting bahasa : Mastris Radyamas
Penerbit : Indiva Media Kreasi
Ketebalan : 256 halaman
Ukuran : 19 cm
ISBN : 978-602-1614-33-4
Cetakan I : September, 2014
Penulis : Sinta Yudisia
Penyunting bahasa : Mastris Radyamas
Penerbit : Indiva Media Kreasi
Ketebalan : 256 halaman
Ukuran : 19 cm
ISBN : 978-602-1614-33-4
Cetakan I : September, 2014
“… Bila
bukan karena ketangguhan jiwa dan
kemampuan mencari solusi maka manusia bisa menjadi gila.” (Bulan Nararya, hal 33)
Menjadi Nararya Tunggadewi adalah menjadi
bagian dari para skizofrenik dan begitulah para skizofrenik menjadi bagian dari
Nararya yang kerap dipanggil Rara. Membaca Bulan Nararya adalah membaca
kejiwaan setiap karakternya. Memang inilah yang ditawarkan Sinta Yudisia dalam
novel ini, sebuah novel psikologi yang mengantarkan pembacanya masuk ke dalam
dunia realitas para penghuni Mental
Health Center, baik para pasiennya maupun terapisnya sekalipun.
Adalah Yudhistira, Pak Bulan, dan
Sania sebagai klien penghuni pusat rehabilitasi yang menjadi bagian hidup Rara.
Yudhistira yang mengidap skizofrenik katatonik dan Obsessive Compulsive
Dissorder alias OCD merupakan sosok yang dikelilingi ibunya dan ketiga kakak
perempuannya yang protektif yang kemudian
berbenturan dengan istrinya, Diana, yang mandiri dan keras kepala nampaknya
menjadi alasan tekanan mental bagi Yudhistira. Ada juga Pak bulan yang senang
menatap bulan yang selalu ia sebut-sebut bulan purnama meski di langit justru
sabit yang tampak. Kemudian, Sania, gadis yang memiliki masa lalu suram di tengah
keluarganya yang kelam; ibu bergonta-ganti pasangan, bapak pemabuk, dan nenek
pemukul.
Kehadiran klien-klien Rara itu
semakin membuatnya bersikukuh mempertahankan idealismenya untuk mengembangkan
terapi transpersonal yang menggunakan pendekatan kekeluargaan yang bisa memakan
waktu lama dibandingkan dengan farmakologi yang membuat pasien ketergantungan
pada obat-obatan. Meski berulang kali ditolak oleh pemilik pusat rehabilitasi,
Bu Sausan, Rara tetap menjunjung tinggi mimpinya itu.
Kehidupan Rara sebagai terapis tidak
berarti ia terbebas dari masalah hidupnya. Ditengah-tengah beban kerjanya yang
bertumpuk, Rara harus menelan pil pahit saat pernikahannya dengan Angga, yang dipuja-puja
banyak wanita, harus kandas setelah sepuluh tahun pernikahan dan semakin pelik
ketika Moza, sahabatnya, justru menikah dengan angga diam-diam setelah
perceraian mereka dan hamil! Hal yang tidak kunjung ada ketika Angga
membersamai dirinya. Tekanan hidupnya yang seolah begitu sempurna mendekapnya
membuat Rara harus berhadapan dengan sebuah halusinasi kelopak mawar yang
berserakan dengan genangan darah anyir di tempat kerjanya. Peristiwa yang
dianggap halusinasi inilah yang seiring berjalannya waktu menjadi bumbu
ketegangan pada novel ini.
Sinta Yudisia, sang penulis, begitu
pintar mengeksplorasi karakter demi karakter sehingga para pembaca seolah
berbicang dengan karakter dalam novelnya. Kita akan juga dibingungkan dengan
mencari jalan keluar dari permasalahan Rara, bagaimana kondisi kejiwaan kita
jika menjadi Yudhistira, Pak Bulan atau Sania, atau bagaimana kesalnya melihat
kelakuan Angga. Berlatar belakang lulusan magister Psikologi, Sinta Yudisia
tentunya begitu paham dengan psikologi yang diangkatnya. Kita tidak hanya
dikenalkan dengan dunia psikologi dan lika-likunya, tapi kita juga diberi
penyelesaian-penyelasaian masalah yang dikirimkan lewat karakter Bu Sausan yang
meskipun tegas dan konservatif namun begitu bijak dan cerdas dalam menasihati.
“Tak
usah mencari apa makna yang tersirat,” Bu Sausan seolah membaca pikiran.”Kesukaanmu
mencari apa yang tersembunyi di belakang, akan menyulitkan. Pakai saja konsep here
and now. Apa yang ada di hadapanmu, itu saja.”(Halaman 93)
Atau Faridah, sosok yang ia temui di
kota Palu mengajarkannya secara tidak langsung untuk terus bertahan dalam
kehidupannya dengan menceritakan konflik Poso yang merenggut suaminya.
Selain eksplorasi karakter yang
manis, penulis juga mampu membuat Novel Dewasa ini dengan plot yang memikat,
dosis ketegangan yang pas, dan setting yang begitu mengangkat lokalitas. Diksi
yang terkandung di dalamnya begitu memikat kita dan dengan mudah seolah
menerbangkan kita pada ujung novel ini tanpa kita sadari.
Nararya
mungkin seolah bulan yang menerangi hidup para pasiennya, menerangi dunia
psikologi dengan idealisme transpersonalnya, juga menjadi bulan penerang yang
terseok-seok menerangi dunianya sendiri. Namun, yang menjadi catatan adalah
Nararya merupakan refleksi dari semua unsur cahaya lain dalam hidupnya berupa
pasien-pasien skizofreniknya.
Buku yang menarik. patut untuk dibeli. terimakasih resensinya.
ReplyDeleteIya bukunya memang menarik. Iyaa.. Selamat membaca ya :D
DeleteJadi penasaran...ingin baca novelnya...
ReplyDeleteIyaaa ayooo baca novelnya supaya penasarannya terjawab hehe :)
Delete